Senin, 11 Februari 2008

MENGAJARKAN HIDUP FREESEX, TUA MATI MERANA

Hari ini aku terima email dari kantor jadul, yang isinya mengabarkan bahwa seorang teman kami tengah mengalami sakit parah dan dirawat intensif di suatu rumah sakit. Aku tertegun. Teman itu adalah salah satu pribadi yang membuat aku amazed pada zamannya. Aku yang culun en hidup lurus-lurus aja saat itu ternganga-nganga dengan gaya hidup, penampilan serta prinsip-prinsip-nya dalam menjalani hidup, terutama dalam menjalani mahligai perkawinan dan mendidik anak. Betapa tidak? Pada saat itu (th 1990) dia sudah menerapkan pola hidup freesex untuk diri dan bahkan anak-anaknya! Ya ampyuun… di mana-mana orang kalau mau bobrok ngga ngajak anak-anaknya deh… tapi ini..? Ck… ck…ck…

Memang, temanku ini memiliki (dianugerahi) begitu banyak keberuntungan selama hidupnya. Bukan saja dia cantik (kabarnya dia pernah menjadi ratu pantai sewaktu muda), sexy (sampai umur 40-an masih semok and suka memakai blouse berdada rendaaaah.. banget), berduit (sampai bisa membiayai pria simpananya, bahkan membelikanya mobil), namun juga beruntung (pernah memenangkan undian sebuah mobil sedan dari Pasaraya). Pribadinya pun menyenangkan: ramah, supel, periang, easy going, sehingga memiliki banyak teman serta penggemar. Dia pun memiliki karir yang bagus dan sesuai dengan kepribadianya. Ia suka shopping, suka hang out dengan para seleb, dan pekerjaanya pun di sekitar itu: talent scouting! Nah. Pas khan? Kerjaanya cuma shopping (belanja wardrobe untuk shooting) dan ngejar-ngejar orang cakep (buat dikoleksi sebagai model). Wah, benar-benar orang yang beruntung!

Dalam usianya yang separo baya, ia masih kelihat sangat sexy dan menarik. Sehingga salah satu model ganteng mau menjadi pacar gelap ibu beranak empat ini. Anak-anaknya yang telah mulai beranjak dewasa tak membuatnya berhenti berpetualang. Bahkan, ia mengenalkan anak-anaknya dengan gerakan hidup bebas ini:
“Kalau malem minggu, gue kasih aja anak-anak gue kondom. Biar aman. Kan udah pada gede ini, udah pada ngerti!”
Begitu komen-nya suatu hari.
“Gue kalau tugas luar kota pasti belagak bawa pembalut. Biar suami ngga curiga… biar ngira gue lagi ‘dapet’; jadi ngga bakal ngapa-ngapain! Haha….”
Kami yang mendengarnya hanya geleng-geleng kepala. Kami pun hanya tersenyum penuh arti ketika ia datang ke lokasi workshop sambil diantar si model ganteng itu…

Ah.. kenanganku akan dia yang berpenampilan aduhai dengan hotpants dan baju berbelahan dada rendah itu.. kini telah berbalik 180%. Ia kini hanya terbaring tak berdaya di usianya yang belum lagi genap 60 tahun.. berbaring dengan segala peralatan medis, yang tak akan pernah menyelamatkan jiwanya (dokter sudah angkat tangan). Pada akhirnya, semua akan kembali kepadaNya dan dimintai pertanggung jawaban akan segala tingkah lakunya di dunia. Penyakitnya telah menggerogoti segalanya, bahkan juga keuangan keluarganya. Sehingga dia yang dulu hidup begitu flamboyant, kini ditopang hidupnya dengan berbagai sumbangan dari teman-teman…

Kisah hidup temanku ini sungguh-sungguh menjadi sebuah nasehat bagi aku. Bahwa hidup di dunia ini bukan untuk direguk sepuasnya tanpa batas. Sebab dunia hanyalah persinggahan sebentar. Ya, sebentar. Meski mungkin kita bisa hidup sampai 60 atau bahkan 90 tahun… tapi apalah arti angka itu jika dibanding dengan waktu yang tak terbatas? Bukankah matematika telah mengajarkan kepada kita, bahwa angka berapa pun, jika dibang dengan bilangan tak terhingga maka hasilnya adalah nol? Begitulah kehidupan dunia ini dibanding kehidupan akhirat: nol besar! Jadi, tiadalah rugi jika hidup di dunia ini kita menahan diri dari segala pelanggaran, dari segala dosa, agar kelak di akhirat nanti kita hidup mulia.

Kisah hidup temanku ini juga memberi fakta bahwa, siksa Allah itu tidak saja diberikan ketika kita sudah mati, namun juga sebelumnya. Dia yang tak bisa mempergunakan segala nikmat dari Allah untuk kebaikan, diberikan cobaan nan berat di akhir hidupnya. Cobaan yang bukan saja membuatnya menderita, namun juga menyengsarakan keluarganya. Naudzubillahi min dzalik…